Makalah : INTELEGENSI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Intelegensi
mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah
intelektual, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan
bertindak. Berhubungan dengan masalah kemampuan itu, para ahli psikologi telah
mengembangkan berbagai alat ukur (tes intelegensi) untuk menyatakan tingkat
kemampuan berpikir dan intelegensi seseorang. Salah satu tes intelegensi yang terekenal adalah
tes yang dikembangkan oleh Alfred Binet (1857-1911). Binet adalah ahli ilmu
jiwa (psycholog) Perancis, yang merintis mengembangkan tes intelegensi yang
sedikit umum. Tes Binet ini disempurnakan oleh Theodore Simon, sehingga tes
tersebut terkenal dengan sebutan Tes Binet Simon.
IQ
dihitung dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari
berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar, dan semacamnya) dan
menghitung banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian
membandingkan dengan daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian terpercaya).
Untuk anak-anak, cara menghitung IQ adalah dengan menyuruh anak untuk melekukan
pekerjaan tertentu dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya menghitung sampai
10 atau 50, menyebut nama-nama hari atau bulan, membuka pintu dan menutupnya
kembali, dan lain-lain).
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hubungan antara intelektual dengan tingkah laku?
2. Apa
saja tipe-tipe intelektual?
3. Aspek-aspek
apa sajakah yang terdapat dalam perkembangan intelektual?
4. Bagaimana
tahap-tahap perkembangan intelektual?
5. Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi perkembangan intelektual?
6. Implementasi
intelektual dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian teori perkembangan intelektual dan sosial peserta didik.
2. Mengetahui
hubungan antara intelektual dengan tingkah laku.
3. Mengetahui
Aspek-aspek apa sajakah yang terdapat dalam perkembangan intelektual.
4. Mengetahui
tahap-tahap perkembangan intelektual.
5. Mengetahui
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan intelektual.
6. Implementasi
intelektual dalam dunia pendidikan.
BAB
II
ISI
A. Pengertian
Intelektual
Intelektual berarti cerdas, berakal,
berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan tinggi,
cendikiawan dan totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut
pemikiran dan pemahaman.
B. Tipe-tipe
Intelektual
1. Inteligensi
kristal adalah fungsi keterampilan mental yang dapat dipergunakan individu itu,
dipengaruhi berbagai pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam
dunia pendidikan. Misalnya, keterapilan pemahaman bahasa ( komprehensif
verbal), penalaran berhitung angka ( numerical skills), dan penalaran induktif
( inductive reasoning). Jadi, keterampilan kognitif merupakan akumulasi dari
pengalaman individu akibat mengikuti kegiatan pendidikan formal ataupun
nonformal. Dengan demikian, pola-pola pemikiran intelektualnya cenderung
bersifat teoretis-praktis (text book thinking).
2. Fleksibilitas
kognitif adalah kemampuan individu memasuki dan menyesuaikan diri dari
pemikiran yang satu ke pemikiran yang lain. Misalnya, kemampuan memahami
kata-kata sinonim (padanan kata) ataupun antonim (kata berlawanan). Pada jenis
ini, walaupun seseorang memperoleh pendidikan formal yang menekankan pemikiran
teoretis, kenyataannya ia mampu menerjemahkan pemikiran teoretis agar
disesuaikan dengan realitas kehidupan praktis. Dengan demikian, ia tidak
terpaku pola-pola dan aturan-aturan cara berfikir yang kaku (text book
thinking).
3. Fleksibilitas
visuomotor adalah kemampuan menghadapi suatu masalah dari hal yang mudah ke hal
yang lebih sulit, yang memerlukan aspek kemampuan visual ataupun motorik
(penglihatan, pengamatan, dan keterampilan tangan). Misalnya, tugas yang
bersifat pandang ruang (tiga dimensi), teknik mesin, teknik sipil, dan desain
ruang. Tipe orang yang memiliki kemampuan ini cenderung menyukai jenis-jenis
pekerjaan yang melibatkan kemampuan analisis ruang tiga dalam bentuk praktis,
seperti gambar-gambar ruang geometris. Bila tidak diterjemahkan secara praktis,
biasanya akan sulit dimengerti dengan baik.
4. Visualisasi
yaitu kemampuan individu untuk melakukan proses visual. Misalnya, bagaimana
individu memahami gambar-gambar yang sederhana sampai yang lebih kompleks.
Dalam hal ini, individu tidak menekankan gambar-gambar ruang geometris, tetapi
lebih pada gambar-gambar bebas(free drawing). Walaupun kadang-kadang ia menggunakan
gambar geometris, tidak mendominasi pemikirannya.
C. Aspek-aspek
dalam Perkembangan Intelektual
Ada
beberapa aspek dalam perekemabangan intelektual pada usia kanak-kanak, yaitu:
1.
Perkembangan kognitif tahap operasi konkret Piaget
Menurut Piaget, anak usia antara 5.- 7 tahun telah
memasuki tahap operasi konkret (concrete operations), yaitu pada waktu anak
dapat berpikir secara logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada
tahap ini berusia sampai kira-kira 11 tahun.
2.
Berpikir operasional
Menurut Piaget pada tahap ketiga, anak-anak mampn
berpikir operasional. Mereka dapat
menggunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk operasional,
yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas jasmani yang
merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun anak-anak
yang praoperasional dapat membuat pernyataan mental tentang obyek dan
kejadian-kejadian sekalipun tidak dapat dalam seketika, cara belajar mereka
masih terikat pada pengalaman fisik.
Anak-anak
yang ada pada tahap operasional konkret lebih baik daripada anakanak yang
praoperasioial dalam mengadakan klasifikasi, bekerja dengan angka-angka.
mengetahui konsep-konsep waktu dan ruang, dan dapat membedakan antara kenyataan
dengan hal-hal yang bersifat
fantasi. Mereka sadar bahwa pada umumnya
berbagai operasi fisik dapat diganti. Peningkatan kemapanan mereka untuk
mengenal terhadap orang lain dapat mendorong untuk berkomunikasi lebih efektif
dan dapat berpikir lebih fleksibel.Akan
tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada waktu
mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau
kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi
saja.Menurut Piaget kordisi semacam ini berlaku jampai pada tahap berbagai
operasi formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu
berpikir secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan
(probabilitas).
3.
Konservasi
Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting
yang dapat mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi adalah kemampuan untuk
mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama akan tetap sama dalam
substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau dikurangi. Dalam suatu
tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tanah liat. Dia
setuju bahwa bola tersebut memang sama. Dia mengatakan bahwa substansi
konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap
tidak berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat,
dia juga mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan,
demikian pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan
tetap sama.
Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe
(bentuk) konservasi dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat
mengkonservasi substansi pada usia 9 atau 10 tahun mampu mengkonservasi berat;
dan pada usia 11 atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis
konservasi tersebut adalah identik, akan tetapi anakanak belum mampu
mentransfer apa yang mereka telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe
(bentuk) kepada bentuk lain yang berbeda. Dalam hubungan ini kita dapat melihat;
bahwa berbagai alasan anak-anak tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab
kondisi tersebut masih tetap terikat
pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar
mental yang sama pada situasi yang berlainan.
4.
Bagaimana konservasi dikembangkan
Pada umumnya anak-anak bergerak dengan
melalui tiga tahapan dalam menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di
atas. Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka
memusatkan perhatian pada suatu aspek dalam situasi tertentu. Mereka belum
mengerti bahwa tempat penyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu.
Sebab anak-anak praoperasional tidak mengerti tentang konsep perubahan, mereka
tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa mereka dapat merubah sesuatu, misalnya
dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa
merubah bentuknya.
Tahap kedua, merupakan transisional.
Anak-anak kembali pada kondisi bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun
kadang-kadang tidak melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai
hal dan tidak terpaku pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti
berat, lebar. panjang, dan tebal akan tetapi mereka gagal mengetahui
sebagaimana berbagai dimensi tersebut berhubungan satu sama lain. Pada tahap
ketiga, anak-anak dapat mengkonservasi dan dapat memberikan alasan secara logis
atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-alasan tersebut mengacu pada perubahan,
identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk pada operasional konkret menunjukkan
suatu kualitas konitif lebih lanjut daripada anak-anak praoperasional. Mereka
dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai transformasi yang hanya merupakan persepsi. Piaget
menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk mengkonservasi akan
lebih baik apabila secara nalar telah cukup matang. Piaget berpendapat bahwa
konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh pengalaman. Sekalipun demikian terdapat
faktor-faktor lain dari kematangan yang dapat mempengaruhi konservasi.
Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan mampu mencapai tingkat yang
lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan tidak didominasi oleh ibunya.
D. Tahap-tahap
Perkembangan Intelektual (Kognitif)
Auguste Comte (1798-1857) dalam bukunya
"Cours De Philosophie Positive" menyebutkan bahwa ada tiga tahapan dalam
perkembangan intelektual yang masingmasing merupakan tahapan dari
perkembangan sebelumnya, antara lain:
1. Tahap teologis adalah tingkat
pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan
oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
2. Tahap metafisis pada tahap ini
manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau
inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya
kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan
tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
3. Tahap positif adalah tahap dimana
manusia mulai berpikir secara ilmiah.Teori perkembangan Piaget mewakili
konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di
mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan iteraksi-interaksi mereka.
Menurut teori Piaget, setiap individu
pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia
dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat
perkembangan kognitif itu adalah:
1.
Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui
gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
2.
Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan motorik)
3.
Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir secara
logis
tentang
kejadian-kejadian konkret)
5. Tahap
operasional formal: setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran abstrak).
E. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Intelektual
Menurut Mappiare (1982), hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan intelek, antara lain bertambahnya informasi yang
disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu berpikir reflekstif, banyaknya
pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah, dan adanya perbedaan
berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun
hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian anak memecahkan
masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.Mengenai konstan tidaknya
intelegensi dalam waktu akhir-akhir ini masih merupakan diskusi yang terbuka.
Dari hasil penelitian dapat dikemukakan
bahwa intelegensi itu sama sekali tidak sekonstan yang diduga sebelumnya.
Penelitian longitudinal selama 40 tahun dalam Institut Fels menurut McCall, dkk
(1973) menunjukkan adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28 butir amtara
usia 5 dan 17 tahun yang berarti kira-kira sama dengan usia pendidikan di
sekolah atau dipekerjaan.
Selanjutnya ditemukan bahwa
perubahan-perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih merupakan hal yang
umum (biasa) daripada pengecualian. Yang pertama Peranan pengalaman dari
sekolah terhadap intelegensi Penelitian yang dilakukan oleh Wellman (1945)
berdasarkan 50 kasus studi, ratarata tingkat IQ asal mereka adalah di atas 110.
Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan
kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang
tidak mengalami prasekolah. Yang kedua Pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan intelegensi.Pengaruh belajar dalam arti lingkungan terhadap
perkembangan intelegensi cukup besar seperti telah dibuktikan berbagai korelsi
IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan belajar terhadap perkembangan
intelegensi.
F. Implementasi
Intelektual dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan
diharapkan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik. Pendidikan dengan berbagai
muatan kurikulum di dalamnya hendaknya dapat mendorong anak didik berfikir
lebih kreatif dan inovatif. Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai transfer
pengatahuan dari guru kepada anak didik. Guru sebagai fasilitator diharapkan
menumbuhkan, kemauan anak didik untuk lebih aktif, kreatif untuk menemukan hal
baru. Pendidikan di Indonesia lebih menekankan cara agar murid dapat berkembang
secara intelektual. Dalam pengimplementasiannya pendidikan di Indonesia perlu
memajukan SDM nya dalam bidang intelejtual agar dapat bersaing dengan SDM
negara lain.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intelegensi
mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah
intelektual, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan
bertindak dan Intelektual berarti cerdas, berakal, berpikiran jernih
berdasarkan ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan tinggi, cendikiawan dan
totalitas pengertian atau kesadaran terutama yang menyangkut pemikiran dan
pemahaman.
Adapun
tipe – tipe intelektual antara lain : Inteligensi kristal, Fleksibilitas
kognitif, Fleksibilitas visuomotor dan Visualisasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan intelektual, Menurut Mappiare (1982), antara lain
bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu
berpikir reflekstif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan
masalah.
Pendidikan diharapkan dapat menciptakan
kehidupan yang lebih baik. Pendidikan dengan berbagai muatan kurikulum di
dalamnya hendaknya dapat mendorong anak didik berfikir lebih kreatif dan
inovatif. Dalam pengimplementasiannya pendidikan di Indonesia perlu memajukan
SDM nya dalam bidang intelektual agar dapat bersaing dengan SDM negara
lain. Implementasi Intelektual dalam
Dunia Pendidikan
B. Saran
1. Memperbanyak
membaca buku referensi tentang perkembangan peserta didik.
2. Mempelajari
tentang perbedaan perilaku peserta didik melalui kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Dariyo, Agoes. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Daruma, Razak. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Makassar:
FIP UNM. Wandi. 2007. Perkembangan Intelektual dan Emosional Anak.
Online (http://www.google.com,
diakses 18 April 2010 pukul 11.37 WIB).
Comments
Post a Comment