MAHABARATA


MAHABARATA
Penghormatan Tertinggi

Tindakan “meninggalkan gelanggang” dari suatu pertemuan untuk unjuk protes ternyata bukanlah hal yang baru. Kita menemukan dalam Mahabharata, tindakan “meninggalkan gelanggang” ternyata sudah digunakan seja dahulu.
Pada waktu itu, India terdiri dari sejumlah kerajaan yang merdeka. Meskipun satu dharma dan satu kebudayaan, otonomi masing – masing kerajaan dihormati dengan sungguh – sungguh. Kadang – kadang, beberapa kerajaan yang kuat dan ambisius meminta kerajaan lain untuk mengakui kekuasaanya, dan kadang permintaan itu diterima begitu saja. Setelah mendapat pengakuan, raja kerajaan itu akan mengadakan upacara Rajasura. Semua raja yang setuju mengakui kekuasaan raja itu hadir dalam upacara itu untuk menghormati kekuasaan raja yang mengadakan Rajasura.
Tibalah waktu untuk memberikan penghormatan. Biasanya tamu yang mendapat penghormatan utama dianggap sebagai raja yang paling layak agung, berkuasa dan bijaksana. Kemudian pertanyaanya adalah siapa raja yang pantas mendapatkan penghormatan yang sedemikian agung. Seperti pendapat Yudhistira sendiri: Bhisma, sesepuh kerajaan, mengatakan Khrisnalah yang pantas mendapatkan penghormatan itu.
Yudhistira mengakui nasihat Bhisma. Maka, Ia menyuruh Sadewa menyiapkan segala keperluan untuk upacara penghormatan utama bagi Krishna. Sisupala, Raja Chedi, yang sangat membenci Krishna tidak dapat menerima keputusan itu.
Ia mencemooh dengan tertawa keras dan berkata : “Sungguh tidak adil dan tidak masuk akal, tapi aku sama sekali tidak terkejut. Orang yang minta nasihat pasti lahir dari kelahiran yang tidak sah ( Ia menyindir anak – anak Kunti ). Demikian pula dengan orang yang memberikan nasihat, meskipun Ia berasal dari keturunan yang tinggi derajatnya, derajatnya semakin merosot ( Ia menyindir Bhisma yang lahir dari Dewi Gangga), sewajarnya air sungai mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah. Dan dia yang memberikan penghormatan pasti lahir dari kelahiran yang tidak sah. Lalu, apa yang bisa aku katakan tentang orang yang dianugrahi penghormatan? Orang yang terlahir bodoh dan dibesrkan oleh keluarga pengecut. Hai, hadirin semua, mengapa kalian diam saja? Apakah kalian tidak meihat kebodohan ini? Ini pertemuan untuk Raja yang mulia”.
Beberapa putra raja yang hadir di sana bertepuk tangan memberikan dukungan kepada Sisupala. Seperti mendapat angin segar, Sisupala semakin berani. Ia berkata lagi , kali ini kepada Yudhistira: “Hai, Yudhistira lihatlah para raja yang hadir di sini. Apakah engaku tidak malu memberikan kehormatan pada Krishna? Banyak raja lain yang lebih pantas dan mulia dari padanya. Sungguh sayang, engkau yang raja agung mengabaikan kenyataan ini”.
Hati Sisupala semakin panas, lanjutnya: “Engkau mengabaikan para raja dan para pahlawan yang hadir disini untuk memenuhi undanganmu dan justru memberikan penghormatan pengecut yang tak tahu malu. Ia sama sekali tidak layak. Basudewa, ayah Krishna tidak lebih dari ssekedar budak Ugrasena. Lebih buruk lagi Ia bukan keturunan raja. Apakah pada kesempatan ini, engkau sengaja ingin mempertontonkan pada Khrisna, anak Dewaki? Apakah itu pantas dilakukan putra – putra Pamdu, kalian masih hijau, kurang terdidik. Kalian belum berpengalaman untuk mengadakan pertemuan para raja yang terhormat. Bhisma yang sudah uzur salah membimbingmu dan lihatlah akibatnya, kalian dipermalukan. Mengapa justru Krishna? Ia bukan seorang raja! Yudhistira, mengapa engkau lancang mencearkan penghormatan utama pada pertemuan para raja yang terhormat? Bahkan, jika melihat usia pun ia belum layak. Atau jika engkau mengagumi rambut putih, bukankah ayahnya masih hidup? Engkau pun tidak bisa memberinya penghormatan utama karena ia adalah penasihatmu. Penasihatmu adalah Durna yang sekarang hadir di sini. Apakah ia yang paling mumpuni dalam upacara persembahan? Jelas , tidak! Karena Begawan Wiyasa, sang mahaguru juga hadir di sini. Sebaiknya penghormatan ini diberikan kepada Bhisma, meskipun ia sudah uzur, ia masih pantas mendapatkan penghormatan utama karena dialah sesepuh keluargamu. Atau Mahaguru Kripa, guru krluargamu, yang juga hadir di sin. Mengapa engkau justru memilih Khrisna bukan dia?”
“Di antara putra raja yang hadir di sini ada Duryudana. Ada juga Karna murit Parasurama. Bukankah dia pahlawan Jarasanda hanya dengan satu tangan? Dengan mengabaikan dia, karena sikap pilih – pilih ana kecil, engkau justru memilih Krisna untuk mendapatkan penghormatan utama. Krishna itu bukan keturunan raja, sama sekali tidak punya sifat perwira, tidak terpelajar, tiadak suci, bahkan masih hijau. Ia tidak lebih dari seorang pengecut rendahan! Dengan memilih Krishna, engaku merendahakan derajat semua raja dan putra raja yang kau undang di sini”
“Para raja yang mulia, aku bukan menentang peanugrahan gelar maharaja pada Yudhistira. Secara pribadi, kita tidak terlalu peduli apakah dia teman atau musuh. Karena mendengar tentang keluhuran budinya, kita ingin melihat apakah ia bisa memegang teguh panji dharma. Lihatlah sekarang, ia dengan semena – mena menghina kita. Apakah keputusan memberikan penghormatan pada si licik Krishna, yang membunuh Jarasanda dengan cara yang penuh akal bulus itu selaras dengan keluhuran budinya yang mansyhur? Dengan demikian, apakah kita masih menyebut Yudhistira sebagai pribadi berbuda luhur?”
Lalu ia memandang Krisna katanya: “Engkau sungguh tidak tahu diri. Mau menerima kehormatan yang sebenarnay tidak pantas untukmu, dari para Pandawa yang tidak tahu tata krama? Apakah engaku tidak sadar sebenarnya penghormatan ini menghina dan mempermalukan dirimu sendari? Penghormatan ini sama seperti menunjukan benda – benda berharga di depan mata orang buta atau menawarkan gadis perawawan pada kasim. Pendeknya, penghormatan ini sebenarnya penghinaan padamu.”
“Sekarang, menjadi jelas sekali bahwa Yudhistira, si pikun Bhisma dan Krishna ini sama saja.”
Setelah selesai dengan kata – katanya yang tajam dan menusuk hati, Sisupala bangkit dari kursinya dan mengajak para raja yang lain untuk ikut meninggalkan pertemuan. Banyak yang mengikuti jejaknya.
Yudhistira menenangkan suasana dengan kata – kata yang santun dan sabar. Ia memohon mereka tenang dan duduk kembali. Tetapi upaya itu sia – sia, mereka suadah terlanjur terbajar amarah. Amarah Sisupala akhirnya memuncak dengan pertarungan meawan Krishna. Setelah pertarungan sengit. Sisupala mati di tangan Khrisna. Akhirnya, Rajasura bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Yudhistira dinobatkan menjadi Mahraja.


Disini juga saya sediakan ringkasan cerita mahabaratha tersebut dengan menggunakan bahasa jawa semoga bermanfaat.

Mahabarata
Pakurmatan kang Dhuwur Dhewe

Rajasura mujudake upacara kanggo ngakeni kakuasaan saka sang raja kanthi ngaturi raja – raja kanggo ngurmati acara kasebut. Jumbuh kaliyan tradisi, sakwise numpas Jarasanda para Pandawa ngaturi raja – raja lan nindakake Rajasura.
Wis wancine kanggo paring pakurmatan. Lumrahe, tamu kang intuk pakutrmatan utama diaku minangka raja kang layak, agung, luwasa lan wicaksana. Raya pamanggike Yudhistira, Bhisma sesepuh kraton ngandarake namung Krishna kang pantes nyandhang pakuratan iku.
Yudhistira tumut nasehat Bhisma lan ngongkon Sadewa nyiapake sakabehe kaperlon upacara pakurmatan Krishna. Sisupala, raja Chedi kang nyerik Krishna ora bisa nampa upacara iku. Sisupala ngece lan gemujeng serta nyindir Yudhistira, Bhisma lan Krishna, kang nyebut yen Yudhistira lahire ora sah. Banjur nyindir Bhisma kang saya mudhun derajate kayata sungai Gangga, serta Krishna kang laire saka wong bodho.
Sawise Sisupala matur, banjur ana pira – pira putra raja kang jumeneng lan keplok – keplok, kaya aweh kalodhangan saengga Sisupala sansaya wani lan nerusake omongane. Sisupala uga nyinggung wong – wong kang miturute patut entuk pakurmatan kasebut, kayata, Durna, Begawan Wiyasa utawi Karna.
Banjur Sisupala mandeng Krishna lan nerusake omonganne kang ngelarasake wong kang krungu. Sisupala terus ngece lan ngina Krishna kanthi tetembungan kang kasar. Sawise ngomong kasar Sisupala tangi saka kursine lan ngajak para raja kang uga kanggo ninggalake pasamuan, saengga akeh wong kang melu ndeweke.
Yudhistira ngeandharake swasana kanthi tetembungan kang sopan tur sabar . Dheweke njaluk wong – wong iku amrih tenang lan lungguh manehi. Nanging upaya iku ora kasil jalaran wis kena amarah lan kurda. Kurdane Sisupala iku banjur tekan pucuke kanthi prang tandhing ngelawan Krishna. Sawise perang tandhing Sisupala mati ing tangan Krishna. Ing wersana, Rajasura bisa dilaksanaken kaya mesthine lan Yudhistira kajumenengake dadi Maharaja.

Comments

Popular posts from this blog

PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK ANAK KHUSUSNYA USIA SEKOLAH DASAR

Makalah : INTELEGENSI